Jumat, 25 Maret 2016

INDAHNYA SALING MENGHORMATI ANTAR SESAMA


1.       Pengertian Saling Menghormati
Rasa hormat adalah  suatu sikap saling meghormati satu sama lain yang muda hormat kepada yang tua, yang tua menyayangi yang muda. Rasa hormat tidak akan lepas dari rasa menyayangi satu sama lain karena tanpa adanya rasa hormat, takkan tumbuh rasa saling menyayangi yang ada hanyalah selalu menganggap kecil atau remeh orang lain. Tetapi untuk saat ini untuk kalangan masyarakat Indonesia dua hal tersebut sudah langka terjadi karena tidak ada kesadaran di diri masing – masing untuk saling hormat antara sesama.
Contoh dari rasa hormat itu sendiri adalah saling menghargai satu sama lain pada saat kita dimasyarakat kita harus mengayomi yang tua lindungi yang muda, yang muda melindungi yang kecil dan seterusnya. Contoh lainnya dari rasa hormat antara lain: sebagai warga negara yang demokratis, hendaknya memiliki rasa hormat terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan, agama, dan ideologi politik. Selain itu, sebagai warga negara yang demokrat, seseorang warga negara juga dituntut untuk turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri di atas pluralitas tersebut.
Manfaat Menghormati Orang Lain yaitu sebagai berikut:                                   
·                     Orang lain akan lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik.
·                     Orang lain akan lebih mau dekat dengan kita
·                     Orang tersebut nantinya juga akan lebih mudah menghargai orang lain pula, sebab mereka sudah menerimanya dari kita.
2.       Pentingnya Musyawarah Dalam Berbagai Kehidupan
Musyawarah adalah hal yang penting dilakukan dengan tujuan untuk mencari solusi dalam menghadapi masalah yang menyangkut kepentingan bersama. Dengan musyawarah maka akan mudah mendapatkan solusi yang terbaik untuk kepentingan bersama dan tercapai kesepakatan yang memuaskan banyak pihak. Solusi ini dapat memberikan dampak yang positif bagi kepentingan bersama, baik pimpinan maupun anggotanya. Perbedaan pendapat tidak akan menjadi masalah asalkan pelaksanaan musyawarah tetap mengacu pada prinsip musyawarah yang telah dibahas dalam artikel sebelumnya.

            Musyawarah mufakat sudah banyak dikenal dan sering dilakukan pada saat tertentu dan digunakan untuk mencari solusi atas suatu masalah tertentu. Cara ini dilakukan untuk memudahkan penemuan solusi pada masalah yang umum terjadi pada kehidupan seharian kita. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut:
1.                  Musyawarah mufakat pada dunia pendidikan biasanya terjadi pada saat pemilihan ketua kelas, pemilihan ketua OSIS dan juga rapat Komite Sekolah yang menentukan arah, tujuan dan juga besaran anggaran dari sekolah dalam satu tahun ajaran.
2.                  Pada lingkungan keluarga, seringkali dapat terjadi diskusi mengenai pemilihan jenis makanan yang akan dimasak oleh ibu atau ketika makan diluar bersama keluarga. Selain itu juga termasuk pemilihan tempat liburan yang diinginkan semua anggota keluarga.
3.                  Pada lingkungan masyarakat adalah pemilihan RT, rapat kegiatan untuk desa dan lain sebagainya yang semua bertujuan untuk kepentingan lingkungan tersebut.
Meski terkesan sederhana, namun jika berkaitan dengan kepentingan bersama, langkah ini adalah yang terbaik untuk mendapatkan solusi yang baik. Kekeluargaan harus menjadi asas tertinggi dari musyawarah mufakat yang menjadi dasar dari pelaksanaannya dan tidak boleh dipisahkan darinya. Hal ini mendasari pentingnya komunikasi yang efektif dan bermartabat dalam menyampaikan pendapat kepada forum musyawarah. Jika semua peserta musyawarah menggunakan asas kekeluargaan, maka akan mudah dicapai suatu mufakat untuk menentukan solusi dari masalah yang dihadapi.


Jumat, 18 Maret 2016

CINTA KASIH TOLERANSI MASYARAKAT DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai jenis budaya dan agama. Ada ribuan budaya dan beberapa jenis agama di indonesia yang saling toleransi. umat antar agama di indonesia saling menghormati satu sama lain, contohnya adalah masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang saling bersebelahan dengan aman dan tentram. Hal ini telah di tanamkan dalam semboyan Bhineka Tunggal Eka yang berarti meskipun berbeda beda tapi tetap satu jua yang mengajarkan kita agar saling toleransi satu sama lain
Toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu dikembangkan karena manusai adalah makhluk sosial dan akan menciptakan adanya kerukunan hidup. Dan cara memelihara toleransi, antara lain:
·         Ciptakan kenyamanan
·         Kenailah intoleransi ketika anak terbuka terhadapnya
·         Menolak sikap intoleransi yang dilakukan anak
·         Dukung anak anda ketika mereka korban dari sikap intoleransi
·         Bantu perkembangan sebuah pengalaman yang sehatdan identitas kelompok
·         Tampilkan barang-barang pajangan yang mengandung unsure perbedaaan budaya di rumah anda
·         Beri kesempatan pada anak-anak untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda dengan mereka
·         Dorong anak-anak untuk mendatangi sumber-sumber yang ada di lingkungan sekitar
·         Jujurlah terhadap perbedaan-perbedaan
·         Berikan contoh pada orang lain


Masyarakat indonesia dimata dunia dikenal dengan orang orangnya yang ramah, banyak turis yang berkunjung ke indonesia sangat senang dengan sikap orang di indonesia yang ramah, hal ini terjadi bukan sendiri tanpa ada proses tapi orang indonesia sudah di tanamkan dari kecil oleh kedua orang tuanaya agar saling toleransi antar sesama, mungkin inilah salah satu kelibihan orang indonesia yang kita miliki dari negara lain, oleh karena itu kita harus mempertahankan dan lestarikan toleransi antar sesama.

Minggu, 13 Maret 2016

PERKEMBANGAN SASTRA SUDNDA SAAT INI

SASTRA Sunda hari ini berada dalam perkembangan tradisi kritik yang menye-dihkan. Karya-karya terus lahir tapi kritik seolah jauh tertinggal di belakang.
Di lain sisi, karya sastra Sunda sendiri bukan tanpa persoalan. Memang, karya-karya terus lahir dan terbit. Tetapi karya-karya itu pucat pasi, tidak melahirkan isu-isu kesadaran pada pembacanya. Bukankah kritik yang bagus hanya niscaya lahir jika ada karya-karya yang menarik untuk dikritisi? Dengan kata lain, mustahil berharap akan lahir sebuah tradisi kritik dalam sastra Sunda jika regenerasi yang lahir hanyalah sederetan mereka yang menulis melulu untuk klangenan.
Mengurai pertanyaan dari manakah ini bermula, tak adanya kritik karena tak ada karya yang layak dikritik atau karena kritik itu sendiri yang memang mandul, sama rumitnya dengan mencari jawaban mana yang lebih dulu antara ayam dan telur. Lepas dari soal itu, ada memang satu kenyataan bahwa banyak orang lebih bernafsu menjadi sastrawan (kreator) ketimbang kritikus. Bahkan ini adalah permasalahan laten yang tak hanya terjadi dalam sastra Sunda, tapi juga sastra berbahasa Indonesia, bahkan dalam perkembangan seni secara keseluruhan.
Jika sastra tunakritik ini terus dibiarkan, maka perkembangan sastra Sunda hanya akan menjadi ruang tanpa roh. Karya-karya tentu akan terus lahir, tetapi tak ada apa pun di dalamnya selain klangenan, dan tak ada peta sejarah untuk melakukan rujukan. Karya-karya akan lahir tapi menghilang begitu saja seperti halnya sebuah perayaan.

DEMIKIAN lontaran pemikiran yang muncul dari sejumlah sastrawan dan penggiat sastra dalam merespons perkembangan sastra Sunda yang sepi dari kritik, wacana, dan isu-isu pemikiran. Karya sastra Sunda hari ini nyaris berkembang dalam ruang yang melulu penuh dengan perayaan tanpa meninggalkan jejak isu pemikiran di dalamnya atas berbagai perubahan besar yang terus berlangsung. Tak ada pembacaan yang lebih jauh dari hanya sekadar launching buku, seremoni penyerahan pemenang berbagai hadiah sastra dan sayembara. Sangat sulit mengingat kapan terakhir berlangsung acara diskusi sastra Sunda setelah acara Pengadilan Puisi Yayat Hendayana di GK Rumentang Siang, Oktober 2007. Jangan sebut lagi polemik di media-massa. Meski memang, berbagai media masih menampilkan esai atau kritik, seperti dilakukan Teddy Muhtadin di Majalah Cupumanik. Begitu juga yang pernah dilakukan alm. Duduh Durahman di Majalau
Kritik baru muncul kalau ada karya yang bagus. Karya bagus tentu memunculkan isu-isu perubahan, baik dalam bentuknya, kekuatan intelektualnya, maupun kekuatan bahasanya. Kalau isu-isu ini dikandung karya-karya yang lahir dewasa ini, baru kritikus berkepentingan memberi responnya. Akibat lebih jauh, kata dia, sulit sekali menyebut telah lahir generasi penulis andal.
Ia merasa aneh melihat bagaimana pengarang dewasa ini tak bercermin pada era 1960-1970-an. Pada era itu, kritik sastra Sunda subur. Nama-nama seperti Popo Iskandar dan Ajip Rosidi adalah mereka yang terpacu menulis kritik karena memang lahir karya-karya penting, baik sajak, prosa, bahkan esai. Mengorbitnya nama-nama Yus Rusyana, Ahmad Bakri, Iskandarwasid, Godi Suwarna, dibantu oleh kritik terhadap mereka. Kritik itu bisa hadir kalau memang ada pengarang yang layak dicatat.
Dalam pandangannya, sekalipun sekarang pengarang dan karya berjibun, kalau tidak memberi kontribusi pada estetika, kekuatan bahasa dan intelektual, kritikus tak akan mau mencatat sederet nama penulis itu, karena memang karyanya tak layak dicatat. Karena itulah kritik pelan-pelan mati seiring dengan makin kaburnya arah penulisan sastra Sunda. Tetapi, ini bukan berarti orang yang bisa memberi kritik itu tidak ada. Ia menyebut Abdullah Mustappa, Duduh Durahman, hingga Hawe Setiawan, dan Teddy Muhtadin punya kemampuan untuk memberi kritik.
Tak adanya karya yang menarik sehingga tak merangsang orang untuk menulis kritik juga disepakati oleh sastrawan Sunda senior Abdullah Mustapa. Selain bersebab pada sedikitnya orang menaruh minat pada dunia kritik, lengangnya kritik sastra Sunda juga disebabkan karena tak adanya karya yang menarik untuk dikritik. Demikian pula dengan berbagai hadiah sastra Sunda dan sayembara.
Cecep Burdasyah menambahkan, betapa hadiah sastra sudah menjadi seremoni untuk mengisi kekosongan. Terkadang pengarang yang menang hadiah itu sebetulnya dalam proses seleksinya sangatdipaksakan.
Maka, jika kondisi ini terus berlangsung menurut Abdullah akan membawa banyak sastrawan berkarya tanpa pemetaan dan tak bisa terbaca dalam peta sastra Sunda Sedang di mata Cecep Burdansyah karya-karya akan terus bertebaran, tetapi seperti sampah berserakan. Pengarang pengarang terus bermunculan, tetapi seperti pemabuk yang tidak tahu arah jalan dengan mulut terus nyerocos. Akhirnya sampai kapan pun sastra Sunda tidak diperhitungkan dalam peta sastra baik di tingkat nasional maupun internasional.


PERKEMBANGAN SASTRA SUDNDA SAAT INI

SASTRA Sunda hari ini berada dalam perkembangan tradisi kritik yang menye-dihkan. Karya-karya terus lahir tapi kritik seolah jauh tertinggal di belakang.
Di lain sisi, karya sastra Sunda sendiri bukan tanpa persoalan. Memang, karya-karya terus lahir dan terbit. Tetapi karya-karya itu pucat pasi, tidak melahirkan isu-isu kesadaran pada pembacanya. Bukankah kritik yang bagus hanya niscaya lahir jika ada karya-karya yang menarik untuk dikritisi? Dengan kata lain, mustahil berharap akan lahir sebuah tradisi kritik dalam sastra Sunda jika regenerasi yang lahir hanyalah sederetan mereka yang menulis melulu untuk klangenan.
Mengurai pertanyaan dari manakah ini bermula, tak adanya kritik karena tak ada karya yang layak dikritik atau karena kritik itu sendiri yang memang mandul, sama rumitnya dengan mencari jawaban mana yang lebih dulu antara ayam dan telur. Lepas dari soal itu, ada memang satu kenyataan bahwa banyak orang lebih bernafsu menjadi sastrawan (kreator) ketimbang kritikus. Bahkan ini adalah permasalahan laten yang tak hanya terjadi dalam sastra Sunda, tapi juga sastra berbahasa Indonesia, bahkan dalam perkembangan seni secara keseluruhan.
Jika sastra tunakritik ini terus dibiarkan, maka perkembangan sastra Sunda hanya akan menjadi ruang tanpa roh. Karya-karya tentu akan terus lahir, tetapi tak ada apa pun di dalamnya selain klangenan, dan tak ada peta sejarah untuk melakukan rujukan. Karya-karya akan lahir tapi menghilang begitu saja seperti halnya sebuah perayaan.

DEMIKIAN lontaran pemikiran yang muncul dari sejumlah sastrawan dan penggiat sastra dalam merespons perkembangan sastra Sunda yang sepi dari kritik, wacana, dan isu-isu pemikiran. Karya sastra Sunda hari ini nyaris berkembang dalam ruang yang melulu penuh dengan perayaan tanpa meninggalkan jejak isu pemikiran di dalamnya atas berbagai perubahan besar yang terus berlangsung. Tak ada pembacaan yang lebih jauh dari hanya sekadar launching buku, seremoni penyerahan pemenang berbagai hadiah sastra dan sayembara. Sangat sulit mengingat kapan terakhir berlangsung acara diskusi sastra Sunda setelah acara Pengadilan Puisi Yayat Hendayana di GK Rumentang Siang, Oktober 2007. Jangan sebut lagi polemik di media-massa. Meski memang, berbagai media masih menampilkan esai atau kritik, seperti dilakukan Teddy Muhtadin di Majalah Cupumanik. Begitu juga yang pernah dilakukan alm. Duduh Durahman di Majalau
Kritik baru muncul kalau ada karya yang bagus. Karya bagus tentu memunculkan isu-isu perubahan, baik dalam bentuknya, kekuatan intelektualnya, maupun kekuatan bahasanya. Kalau isu-isu ini dikandung karya-karya yang lahir dewasa ini, baru kritikus berkepentingan memberi responnya. Akibat lebih jauh, kata dia, sulit sekali menyebut telah lahir generasi penulis andal.
Ia merasa aneh melihat bagaimana pengarang dewasa ini tak bercermin pada era 1960-1970-an. Pada era itu, kritik sastra Sunda subur. Nama-nama seperti Popo Iskandar dan Ajip Rosidi adalah mereka yang terpacu menulis kritik karena memang lahir karya-karya penting, baik sajak, prosa, bahkan esai. Mengorbitnya nama-nama Yus Rusyana, Ahmad Bakri, Iskandarwasid, Godi Suwarna, dibantu oleh kritik terhadap mereka. Kritik itu bisa hadir kalau memang ada pengarang yang layak dicatat.
Dalam pandangannya, sekalipun sekarang pengarang dan karya berjibun, kalau tidak memberi kontribusi pada estetika, kekuatan bahasa dan intelektual, kritikus tak akan mau mencatat sederet nama penulis itu, karena memang karyanya tak layak dicatat. Karena itulah kritik pelan-pelan mati seiring dengan makin kaburnya arah penulisan sastra Sunda. Tetapi, ini bukan berarti orang yang bisa memberi kritik itu tidak ada. Ia menyebut Abdullah Mustappa, Duduh Durahman, hingga Hawe Setiawan, dan Teddy Muhtadin punya kemampuan untuk memberi kritik.
Tak adanya karya yang menarik sehingga tak merangsang orang untuk menulis kritik juga disepakati oleh sastrawan Sunda senior Abdullah Mustapa. Selain bersebab pada sedikitnya orang menaruh minat pada dunia kritik, lengangnya kritik sastra Sunda juga disebabkan karena tak adanya karya yang menarik untuk dikritik. Demikian pula dengan berbagai hadiah sastra Sunda dan sayembara.
Cecep Burdasyah menambahkan, betapa hadiah sastra sudah menjadi seremoni untuk mengisi kekosongan. Terkadang pengarang yang menang hadiah itu sebetulnya dalam proses seleksinya sangatdipaksakan.
Maka, jika kondisi ini terus berlangsung menurut Abdullah akan membawa banyak sastrawan berkarya tanpa pemetaan dan tak bisa terbaca dalam peta sastra Sunda Sedang di mata Cecep Burdansyah karya-karya akan terus bertebaran, tetapi seperti sampah berserakan. Pengarang pengarang terus bermunculan, tetapi seperti pemabuk yang tidak tahu arah jalan dengan mulut terus nyerocos. Akhirnya sampai kapan pun sastra Sunda tidak diperhitungkan dalam peta sastra baik di tingkat nasional maupun internasional.


Sabtu, 05 Maret 2016

HILANGNYA KEBUDAYAAN SEORANG ANAK, AKIBAT PERNIKAHAN LINTAS BUDAYA


Pernikahan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengaitkan diri antara laki laki dan perempuan untuk menghalalkan diri sebagai pasangan kekasih. Pernikahan dalam islam hukumnya wajib karena pernikahan akan menambah rezeki seseorang, membuat kita lebih sempurna karena Allah membuat makhluk hidup untuk saling berpasanagan.
Pernikahan sendiri di indonesia sangat beraneka ragam, ada yang menyelenggarakan acara pernikahannya secara modern tanpa ada budaya di dalamnya dan ada juga yang tetap menggunakan budaya dalam acara pernikahan tersebut. Sebernya sah sah saja di pernikahan menggunakan budaya ataupun tidak tergantung keputusan anda  Yang lebih penting adalah mempertahankan janji yang telah di ucapkan.
Pernikahan merupakan tujuan yang mulia tapi tidak sedikt juga pernikahan banyak di tentang oleh orang tua maupun masyarakat, pernikahan lintas agama merupakan pernikahan yang banayak sekali di tentang oleh masyarakat tapi ada juga memberanikan diri untuk menikah, selain pernikahan lintas agama ada  juga yang mengalami pertentangan yaitu pernikahan lintas budaya, para orang tua kita kadang suka melarang kita untuk menikah dengan seseorang yang mempunyai budaya yang berbeda, karena setiap kebudayaan berbeda aturannya dan akan sulit di satukan ketika menikah. Sebenrya pernikahan lintas budaya tidak dilarang oleh agama, tapi akan berdampak pada anak mereka, pernikahan lintas budaya akhirnya akan membuat si anak tidak memiliki kebudayaan tertentu karena tidak di tekankan oleh kedua orang tua misalanya salah satu teman saya, ibunya berasal dari padang dan ayahnya berasal dari jawa tapi teman saya seakan tidak tau apa budaya aslinya karena dia tidak bisa bahasa padang maupan bahasa jawa dan tidak mengetahui selak beluk yang ada didalm kebudayaan tersebut. Hal ini membuat hilangnya regenerasi yang akan meneruskan kebudayaan tersebut apabila terus berlanjut dan tidak mungkin sebuah kebudayaan akan hilang akibat pernikahan lintas budaya.

Pernikahan lintas budaya boleh saja, asalkan anaknya di beri pengetahuan tentang budaya dari kedua orang tuanya agar budaya indonesia dapat di teruskan oleh anak anak bangsa dan tidak hilang begitu saja di telan jaman.